KALIAN SEMUA TAU KAN BAIK AWSJA DAN WAHABI Sayyidina Umar sahabat Rosululloh SAW yang telah mendapat kabar gembira akan masuk surga..
Perkataan yang sangat masyhur dari Sahabat Umar:
“Ni’matul bid’atu hadzihi”
(alangkah bagus bid’ah ini)
Di sini sangat jelas Sayyidian Umar memuji bid’ah (Sholat Tarawih Berjamaah sebulan penuh) sebagai kebaikan, ini sekaligus mencerminkan sejelas-jelasnya tentang adanya bid’ah yang baik (hasanah). Jika kaum Wahabi mengingkarinya sebagaimana yang mereka telah pertontonkan selama ini, apakah masih pantas mereka menyebut dirinya sebagai PENGIKUT PEMAHAMAN SAHABAT NABI?
Mereka tidak berani jujur dalam mengartikan kata “kullu” dalam hadits
“KULLU BID’ATIN DHOLALAH..”
Sebaliknya mereka memaksakan arti “kullu” hanya satu macam arti yaitu “setiap/semua”.
Padahal arti “kullu” itu ada dua sesuai kontek kalimat, yaitu : “setiap/semua” dan “sebagian”.
Jadi menurut arti yang benar berkaitan hadits tersebut adalah
“SEBAGIAN BID’AH ITU SESAT….. DAN SETIAP KESESATAN TEMPATNYA DI NERAKA”.
Maka jelaslah maksudnya bahwa yang masuk neraka adalah setiap kesesatan dan bukan setiap bid’ah sebagaimana anggapan kaum Wahabi. Sebab menurut Sayyidina Umar ternyata ada bid’ah yang baik, dan bid’ah yang baik tentunya akan mendapat pahala berupa kenikmatan surga.Bagi para penuntut ilmu yang mempelajari ilmu mathiq di pesantren Salafiyyah (pesantren klasik), bahwa menurut istilah ilmu manthiq arti kata KULLU sudah sangat dimaklumi pengertiannya, yaitu:
1. Ada kata “kullu” yang berarti “setiap/tiap-tiap/semua″ ini disebut “kullu kulliyah”
2. Ada kata “kullu” yang berarti “sebagian” yang disebut “kullu kully”
Sebagai contoh “kullu kulliyah”, adalah firman Allah dalam salah satu ayat Al Qur’an:
“Kullu nafsin dzaa’iqotul maut” yang artinya “setiap yang berjiwa akan merasakan mati”.
Kata KULLU dalam ayat tersebut sangat tepat diartikan “SETIAP” dan akan menjadi salah jika diartikan “SEBAGIAN” karena faktanya memang semua/setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Demikianlah, kita tidak bisa mengartikan secara serampangan sehingga memaksakan arti yang nantinya akan menimbulkan
kontra dengan fakta.
Adapun sebagai contoh “kullu kully”, adalah firman Allah:
“wa ja’alnaa minal maa’i kulla syai’in hayyin” yang artinya “Dan telah kami jadikan dari air SEBAGIAN makhluk hidup”.
Dalam ayat ini kalau kata “kulla syai’in” diartikan “setiap/semua” maka akan kontra (bertentangan) dengan kenyataan bahwa ada makhluk hidup yang dijadikan Allah tidak dari air. Ada makhluk yang dijadikan dari cahaya seperti malaikat, dan ada yang dijadikan dari api; contohnya jin juga syetan dijadikan dari api.
Sebagaimana firman Allah:
“wa kholaqol jaanna min maarijin min naar” yang artinya “Dan Allah telah menjadikan jin itu dari api”
Dari uraian di atas maka sudah jelaslah bahwa arti “kullu” itu ada dua yaitu “setiap/semua″ dan “sebagian”.
Dalam mengartikan “KULLU” tidak bisa serampangan begitu saja, tetapi harus melihat kontek kalimatnya agar nantinya tidak menjadi kontra dengan realitas, fakta atau kenyataan yang ada.
Oleh karena itu menjadi sangat mengherankan apa yang selama ini diperlihatkan oleh kaum wahhabi yang bangga dengan kesalahan dalam mengartikan “kullu” tanpa melihat kontek kalimat, sehingga mereka memaksakan arti “setiap/semua” untuk kata KULLU dalam hadits BID’AH tersebut. Sehingga mereka ngotot menggunakan dalil “kullu bid’atin dlolalah” sebagai alat untuk membid’ahkan (baca: mengharamkan) apa saja yang tidak ada contohnya dari Nabi
Ini karena mereka menganggap semua/setiap bid’ah itu sesat tanpa kecuali. Tentunya ini kontra dengan kenyataan dan realitas bahwa ternyata ada bid’ah (hal baru) yang baik (hasanah).
Sampai-sampai sayyidina memuji bid’ah “NI’MATUL BID’ATU HADZIHI,
alangkah bagus bid’ah ini”.
Label:
2013.,
Agama,
ahlu sunnah wal jama'ah,
aswaja,
bid'ah,
bidah,
tahlilan dan tradisi.,
wahabi
1 Komentar
|