DALAM kondisi krisis multidimensi ini, pemimpin yang kritis juga sulit didapat. Untuk itu desakan agar krama Bali berani melakukan gerakan moral membangun pemerintahan yang bersih dan berpihak kepada publik harus menjadi agenda strategis. Sebenarnya banyak krama yang optimis ingin menjadi pemimpin, hal ini terlihat dari calon pemimpin Bali yang ramai telah menunjukkan diri dan melakukan kampanye menjelang pemilihan bupati atau gubernur. Meski demikian, tetap saja sulit mencari figur pemimpin yang benar-benar jujur. Itulah salah satu opini dan saran yang muncul dalam acara Warung Global, Sabtu (12/5) yang disiarkan Radio Global FM Bali. Berikut rangkumannya.
=========================================================
Menurut pengasuh Ashram Gandhi Puri BR Indra Udayana, saat ini Bali membutuhkan pemimpin yang mampu mengayomi masyarakat Bali. Pemimpin harus bisa mengatur lalu lintas keinginan masyarakat, jujur dalam arti ketika berkampanye dan aplikasinya dilaksanakan real, dan mengedepankan hati nurani. Namun, saat ini Indra Udayana melihat pemimpin justru kebanyakan menerapkan 3L yakni lihai, linglung dan lupa. Dan, masyarakat selama ini tidak diberikan kesempatan untuk memberikan evaluasi kepada pemimpin. Apalagi saat ini parpol-parpol mengadakan penggodokan calon pemimpin. Karena itu, ia mengharapkan dari pihak independen tidak ragu-ragu menunjukkan jati diri untuk ikut berpolitik tanpa kendaraan parpol.
Namun, saat ini UU yang mengatur siapa yang akan maju jadi calon pemimpin masih harus melalui parpol. Ia menilai saat ini kepercayaan masyarakat terhadap partai sudah mulai menurun. Dari mana pun asal pemimpin baik, apakah dari parpol ataupun independen untuk itu perlu diuji dengan cara gerakan moral. Ia melihat sebenarnya banyak krama Bali berpotensi menjadi pemimpin namun karena masih bersikap ragu-ragu dan juga koh ngomong.
Untuk itu, ia mengajak serta masyarakat untuk bangkit dari keragu-raguan ini. Pihaknya juga mengajak seluruh komponen dan segenap pemuda Bali untuk melihat krisis kepemimpinan ini mulai bangkit untuk menyadarkan pemimpin Bali menjelang pilkada. Ia memang melihat ada benih kejujuran dan satya wacana, namun yang terpenting adalah bagaimana implementasinya di lapangan. Karena masyarakat ingin bukti, pemimpin tak harus menggunakan uang namun bagaimana sikap kita bersama-sama membangun Bali.
Ia mengatakan gerakan moral ini harus dimulai dari segmen kecil. Namun sayang sekali sekarang kelompok diskusi sudah langka sekali. Dengan gerakan ini, ia mengajak semua masyarakat untuk bersama-sama membangun Bali ke depan yang lebih baik.
Lanang Sudira di Batuan sepakat dengan Indra Udayana. Ia sangat menyangkan calon pemimpin Bali saat ini melakukan kampanye berkedok masimakrama untuk mencari simpati dari masyarakat dibarengi dengan pemberian bantuan, menyumbangkan uang dan sebagainya. Ia melihat orang Bali memang optimis ingin menjadi pemimpin, hal ini terlihat start kampanye belum dibuka tapi ada yang sudah gentayangan berkampanye.
Lain halnya dengan Ledang Asmara di Denpasar. Ia melihat Bali yang berada di tengah krisis multidimensi, agak pesimis tak akan ada masyarakat yang jujur bahkan satya wacana yang diharapkan oleh masyarakat. Untuk itu, demokrasi secara mutlak harus ditumbuhkembangkan kembali, hukum yang belum tegak benar-benar harus ditegakkan. Di zaman ini, rasanya sulit menyadarkan pemimpin menjadi bermoral baik. Karena masih banyak masyarakat tidak mengakui pemimpin mereka.
Walek di Gelogor melihat ternyata banyak figur yang mesti dimunculkan dan banyak figur yang jujur, namun sejauhmana kita memandang figur itu sesuai dengan kriteria, ukuran mana yang dipakai. Ia melihat banyak orang Bali yang mampu membawa Bali lebih baik ke depan, kalau pesimis, bagaimana bisa mencapai target yang ingin dicapai. Yang sudah menjadi pemimpinlah yang patut melakukan diskusi ke masyarakat. Jangan hanya janji.
Ketut Kari di Songan mengiyakan bahwa di Bali kini mengalami krisis pemimpin. Banyak masalah krama Bali, terutama masalah adat yang mestinya bisa diselesaikan dengan baik. Kalau saja figur panutan bertindak sebagai penyelesai masalah maka permasalahan dan fenomena di bawah tidak akan terjadi. Kalau figur tidak sanggup, maka disintegrasi makin melebar.
Goatama di Tampaksiring menambahkan, selama ini banyak pendapat yang mengatakan bahwa menjadi seorang pemimpin minimal sarjana. Kenapa bisa krisis panutan, karena pemimpin sekarang tak mampu lagi memberikan rasa nyaman. Sedangkan saat ini yang paling tepat menjadi pemimpin Bali adalah orang yang peduli di semua sektor jika tak dipenuhi, mereka dianggap tidak akan mampu.
Pande di Pandakgede melihat bukan di Bali saja mengalami krisis pemimpin, kini bangsa Indonesia sedang mengalaminya. Paradigma sempit akibat pendeknya wawasan memandang kehidupan tanpa kasat mata. Jadi kita tidak bisa berpikir sekarang ataupun besok. Sangat susah mendapat pemimpin yang jujur, karena masyarakat dan para elite berada dalam posisi yang saling mencurigai maka tak bisa dihindari berbagai macam krisis terjadi. Oleh karena itu, dari sekaranglah kita mulai bergerak agar sesuai dengan konstitusi.
Sridham di Mengwi melihat bahwa pemimpin juga harus menguasai spiritual. Di Bali sudah lengkap dari brahmana sampai ke tingkat bawah. Jadi tinggal dikoreksi untuk menjaring pemimpin yang lebih baik.
Ngurah Setyawan di Ubud menyarankan kalau demikian kenapa tidak mengambil pemimpin dari kalangan militer, yang sudah teruji dan digembleng. Sebab, ia melihat masyarakat Bali saat ini membutuhkan rasa aman.
WARUNG GLOBAL menu NASI KETAN campur SAMBEL TERASI
=========================================================
Menurut pengasuh Ashram Gandhi Puri BR Indra Udayana, saat ini Bali membutuhkan pemimpin yang mampu mengayomi masyarakat Bali. Pemimpin harus bisa mengatur lalu lintas keinginan masyarakat, jujur dalam arti ketika berkampanye dan aplikasinya dilaksanakan real, dan mengedepankan hati nurani. Namun, saat ini Indra Udayana melihat pemimpin justru kebanyakan menerapkan 3L yakni lihai, linglung dan lupa. Dan, masyarakat selama ini tidak diberikan kesempatan untuk memberikan evaluasi kepada pemimpin. Apalagi saat ini parpol-parpol mengadakan penggodokan calon pemimpin. Karena itu, ia mengharapkan dari pihak independen tidak ragu-ragu menunjukkan jati diri untuk ikut berpolitik tanpa kendaraan parpol.
Namun, saat ini UU yang mengatur siapa yang akan maju jadi calon pemimpin masih harus melalui parpol. Ia menilai saat ini kepercayaan masyarakat terhadap partai sudah mulai menurun. Dari mana pun asal pemimpin baik, apakah dari parpol ataupun independen untuk itu perlu diuji dengan cara gerakan moral. Ia melihat sebenarnya banyak krama Bali berpotensi menjadi pemimpin namun karena masih bersikap ragu-ragu dan juga koh ngomong.
Untuk itu, ia mengajak serta masyarakat untuk bangkit dari keragu-raguan ini. Pihaknya juga mengajak seluruh komponen dan segenap pemuda Bali untuk melihat krisis kepemimpinan ini mulai bangkit untuk menyadarkan pemimpin Bali menjelang pilkada. Ia memang melihat ada benih kejujuran dan satya wacana, namun yang terpenting adalah bagaimana implementasinya di lapangan. Karena masyarakat ingin bukti, pemimpin tak harus menggunakan uang namun bagaimana sikap kita bersama-sama membangun Bali.
Ia mengatakan gerakan moral ini harus dimulai dari segmen kecil. Namun sayang sekali sekarang kelompok diskusi sudah langka sekali. Dengan gerakan ini, ia mengajak semua masyarakat untuk bersama-sama membangun Bali ke depan yang lebih baik.
Lanang Sudira di Batuan sepakat dengan Indra Udayana. Ia sangat menyangkan calon pemimpin Bali saat ini melakukan kampanye berkedok masimakrama untuk mencari simpati dari masyarakat dibarengi dengan pemberian bantuan, menyumbangkan uang dan sebagainya. Ia melihat orang Bali memang optimis ingin menjadi pemimpin, hal ini terlihat start kampanye belum dibuka tapi ada yang sudah gentayangan berkampanye.
Lain halnya dengan Ledang Asmara di Denpasar. Ia melihat Bali yang berada di tengah krisis multidimensi, agak pesimis tak akan ada masyarakat yang jujur bahkan satya wacana yang diharapkan oleh masyarakat. Untuk itu, demokrasi secara mutlak harus ditumbuhkembangkan kembali, hukum yang belum tegak benar-benar harus ditegakkan. Di zaman ini, rasanya sulit menyadarkan pemimpin menjadi bermoral baik. Karena masih banyak masyarakat tidak mengakui pemimpin mereka.
Walek di Gelogor melihat ternyata banyak figur yang mesti dimunculkan dan banyak figur yang jujur, namun sejauhmana kita memandang figur itu sesuai dengan kriteria, ukuran mana yang dipakai. Ia melihat banyak orang Bali yang mampu membawa Bali lebih baik ke depan, kalau pesimis, bagaimana bisa mencapai target yang ingin dicapai. Yang sudah menjadi pemimpinlah yang patut melakukan diskusi ke masyarakat. Jangan hanya janji.
Ketut Kari di Songan mengiyakan bahwa di Bali kini mengalami krisis pemimpin. Banyak masalah krama Bali, terutama masalah adat yang mestinya bisa diselesaikan dengan baik. Kalau saja figur panutan bertindak sebagai penyelesai masalah maka permasalahan dan fenomena di bawah tidak akan terjadi. Kalau figur tidak sanggup, maka disintegrasi makin melebar.
Goatama di Tampaksiring menambahkan, selama ini banyak pendapat yang mengatakan bahwa menjadi seorang pemimpin minimal sarjana. Kenapa bisa krisis panutan, karena pemimpin sekarang tak mampu lagi memberikan rasa nyaman. Sedangkan saat ini yang paling tepat menjadi pemimpin Bali adalah orang yang peduli di semua sektor jika tak dipenuhi, mereka dianggap tidak akan mampu.
Pande di Pandakgede melihat bukan di Bali saja mengalami krisis pemimpin, kini bangsa Indonesia sedang mengalaminya. Paradigma sempit akibat pendeknya wawasan memandang kehidupan tanpa kasat mata. Jadi kita tidak bisa berpikir sekarang ataupun besok. Sangat susah mendapat pemimpin yang jujur, karena masyarakat dan para elite berada dalam posisi yang saling mencurigai maka tak bisa dihindari berbagai macam krisis terjadi. Oleh karena itu, dari sekaranglah kita mulai bergerak agar sesuai dengan konstitusi.
Sridham di Mengwi melihat bahwa pemimpin juga harus menguasai spiritual. Di Bali sudah lengkap dari brahmana sampai ke tingkat bawah. Jadi tinggal dikoreksi untuk menjaring pemimpin yang lebih baik.
Ngurah Setyawan di Ubud menyarankan kalau demikian kenapa tidak mengambil pemimpin dari kalangan militer, yang sudah teruji dan digembleng. Sebab, ia melihat masyarakat Bali saat ini membutuhkan rasa aman.
WARUNG GLOBAL menu NASI KETAN campur SAMBEL TERASI
memang beginilah nasibnya negara yang katanya dulu macan asia, tapi sekarang????? macan ompong.... mana negeriku yang gemah ripah loh jinawi itu>>>>>
kapan ya negara kita di pimpin seperti pak karno dulu.... tegas berwibawa,, yang gak seperti sekarang lembek,,, kurang greget....
Hello, Dinamika politik yang masih mencari-cari dan meniru-niru gaya negara tertentu, sehingga negara lebih mudah terpengaruh dan goyah, kita doain aja... agar bangsa kita cepat sehat...
((((( Radio Internetne Nak Bali )))))
terimakasih buat komentarnya bang...
yg terpenting gak boleh mengeluh gak ada, negara ini masih belajar, amerika atau inggris atau jepang bisa makmur itu butuh ratusan tahun.... indonesia baru 60 tahun aja kok sudah sambat2 wes ngroso kate kiamat tah... yo embuh nek ngunu feeling eee...